KOMPETENSI
DASAR 3.2
Menganalisis
pers yang bebas dan bertanggung jawab sesuai kode etik jurnalistik dalam
masyarakat demokratis di Indonesia
TUJUAN
PEMBELAJARAN:
Setelah
selesai melakukan kegiatan pembelajaran siswa
dapat :
1.
Menguraikan pengertian kode etik jurnalistik
2.
Menganalisis kode etik
jurnalistik dalam masyarakat demokratis di indonesia
3.
Menunjukkan contoh penyimpangan
kode etik jurnalistikdari berbagai media
4.
Menguraikan upaya pemerintah dalam mengendalikan kebebasan pers
jawaban
1.Kode Etik Jurnalistik
Kode artinya
tanda (sign) yang secara luas diartikan sebagai bangun simbolis. Kode etik
berupa nilai-nilai dasar yang disepakati secara universal yang menjadi
cita-cita setiap manusia. Kode etik yang berkaitan dengan dunia pers adalah
Kode Etik Jurnalistik.
Kode Etik
Jurnalistik adalah suatu kode etik profesi yang harus dipatuhi oleh wartawan
Indonesia. Tujuan terpenting suatu Kode Etik Jurnalistik adalah melindungi hak
masyarakat memperoleh infor masi objektif di media massa dan memayungi kinerja
wartawan dari segala macam risiko kekerasan.
Wartawan
Indonesia menetapkan kode etik jurnalistik sebagai berikut:
a. Pasal
1
Wartawan
Indonesia bersikap independen menghasilkan berita yang akurat, berimbang dan
tidak beretikan buruk
b. Pasal
2
Wartawan
Indonesia menempuh cara-cara yang professional dalam melaksanakan tugas
jurnalistik.
c. Pasal
3
Wartawan
Indonesia selalu menguji Informasi memberitakan secara berimbang tidak
mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi serta menerapkan asas praduga tak
bersalah
d. Pasal
4
Wartawan
Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis dan cabul.
e. Pasal
5
Wartawan
Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila
dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
f. Pasal
6
Wartawan
Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.
g. Pasal
7
Wartawan
Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia
diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo,
informasi latar belakang dan off the record sesuai kesepakatan.
Asas-Asas
Kode Etik Jurnalistik
Terdapat
empat asas Kode Etik Jurnalistik. Keempat asas Kode Etik Jurnalistik tersebut
sebagai berikut.
1)
Profesionalitas, cirinya sebagai berikut.
a) Tidak memutarbalikkan fakta.
b) Berimbang, adil, dan jujur.
c) Mengetahui sesuatu yang privat dan sesuatu yang publik.
2)
Nasionalisme, cirinya sebagai berikut.
a) Mengabdi untuk kepentingan bangsa dan negara.
b) Memperhatikan keselamatan dan kearnanan bangsa.
3)
Demokrasi, cirinya sebagai berikut.
a) Harus cover both side (tidak berat sebelah).
b) Harus jujur dan berimbang.
4) Religius,
cirinya sebagai berikut.
a) Menghormati agama dan kepercayaan lain.
b) Beriman dan bertakwa.
3.
Berikut ini contoh-contoh kasus penyimpangan terhadap kode etik
jurnalistik
1. Sumber
Imajiner
Adalah
berita yang berasal dari sumber yang tidak ada atau dengan kata lain, berasal
dari hasil rekayasa wartawan yang menulis berita tersebut.
2. Identitas
dan Foto Korban Susila Anak-Anak Dimuat
Artinya
wartawan dilarang untuk memuat nama dan memasang foto korban atau pelaku
kejahatan secara jelas di media, dengan maksud untuk melindungi masa depan
anak-anak yang masih dibawah umur tersebut.
3. Tidak
Paham Makna “Off the Record”
Artinya,
wartawan dilarang untuk menyiarkan bahan yang diberikan oleh narasumber yang
berkata bahwa informasi tersebut adalah off the record.
4. Tidak
Memperhatikan Kredibilitas Narasumber
Maksudnya
adalah wartawan harus bersikap ragu tentang informasi yang diberikan narasumber
tersebut sampai informasi tersebut dapat dibuktikan kebenarannya. Kalau
informasi tersebut tidak disertai fakta, maka belum layak untuk disiarkan.
5. Melanggar
Hak Properti Pribadi
Adalah
wartawan dilarang memasuki rumah seorang narasumber tanpa izin.
6.
Menyiarkan Gambar Ilustrasi Sembarangan
Adalah
gambar ilustrasi yang dipasang harus sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku
dalam masyarakat, sehingga tidak menimbulkan salah pengertian antara maksud
dari wartawan tersebut dengan pendapat masyarakat yang melihat berita tersebut
yang mengkaitkan antara gambar dengan isi berita tersebut.
7. Wawancara
Fiktif
Artinya
wartawan dilarang untuk meyiarkan berita yang merupakan hasil dari rekayasa,
karena tindakan ini termasuk dalam pemberitaan bohong dan juga dapat menjadi
fitnah yang sangat merugikan.
8. Tidak
Memakai Akal Sehat (Common Sense)
Artinya
wartawan dalam menyiarkan berita harus berdasarkan akal sehat, dan harus
terbukti kebenaraanya. Dengan cara bersikap skeptis dulu terhadap informasi
yang tidak masuk akal kemudian membuktikan apakah benar atau tidaknya hal
tersebut. Sehingga didapat fakta yang sebenarnya.
9. Sumber
Berita Tidak Jelas
Artinya
wartawan dilarang untuk meyiarkan berita tanpa mengecek darimana asal usul
berita tersebut dan wajib untuk mengecek kebenarannya terlebih dahulu.
10. Tidak
Melayani Hak Jawab Secara Benar Hak jawab
merupakan
hak publik dalam membela kepentingan mereka terhadap informasi yang merugikan
mereka atau kelompoknya. Sehingga pers wajib melayani hak jawab tersebut.
11.
Membocorkan Identitas Narasumber
Artinya
wartawan dilarang untuk membocorkan identitas dari narasumber dengan alasan
keselamatannya. Karena wartawan mempunyai hak tolak yang dapat dipakai untuk
tidak mengungkapkan identitas narasumber. Sehingga kalau ada yang menanyakan
sumber informasi ini, wartawan berhak menolak untuk menyebutkan.
4. Upaya
Pemerintah dalam Mengendalikan Kebebasan Pers di Indonesia :
1) Sensor,
adalah pengawasan dan kontrol informasi atau gagasan yang beredar dalam suatu
masyarakat. Seperti pengawasan atas buku, majalah, pertunjukan,
film, program televisi dan radio, laporan berita, dan media komunikasi lain
dengan tujuan mengubah atau menghilangkan bagian tertentu yang dianggap tidak
diterima atau tidak sopan.
2) Penerbitan
SIUPP (Surat Ijin Usaha Penrbitan Pers).
3) Pendirian
Departemen Penerangan.
4) Pemberlakuan
UU Pers, Yaitu UU No. 40 tahun 1999.
5) Pembreidelan,
yaitu pencabutan izin terbit. Di Indonesia surat kabar dan majalah
yang pernah dibreidel di masa Orde Lama dan Orde Baru, adalah:
Nama
|
Jenis
|
Tanggal
dibreidel
|
Keng Po
|
Surat
Kabar
|
1 Agustus
1957
|
Pos
Indonesia
|
Surat
Kabar
|
1957
|
Indonesia
Raya
|
Surat
Kabar
|
16 Agustus
1958
|
Star weekly
|
Surat
Kabar
|
1961
|
Indonesia
Raya
|
Surat
Kabar
|
15 Januari
1974
|
Prioritas
|
Majalah
Berita
|
1986
|
Sinar
Harapan
|
Surat
Kabar
|
Oktober
1986
|
Monitor
|
Tabloid
Televisi, Radio dan Film
|
1992
|
Detik
|
Tabloid
Berita
|
1994
|
Editor
|
Majalah
Mingguan Berita
|
1994
|
Tempo
|
Majalah
Mingguan Berita
|
1994
Ket.
Terbit lagi setelah adanya permintaan maaf dari pihak majalah tempo.
|
Perspektif
|
Acara Talk
show Televisi
|
1995
|
Dialog
Aktual
|
Acara Talk
Show Televisi
|
1998
|
6) Distorsi
peraturan perundangan, adanya upaya penghilangan kebebasan pers itu sendiri
memlalui undang-undang. Contoh adanya keinginan DPR untuk
mengamandemen UU No. 40 tahun 1999, adanya UU hak cipta, UU
tentang perlindungan konsumen, UU Penyiaran, dan pasal-pasal ancaman pidana
di KUHP.
7)
Perilaku aparat, adanya usaha mengendalikan kebebasan pers dengan cara menelpon
redaktur, mengirimkan teguran tertulis ke redaksi media massa, melakukan
kekerasan pisik kepada wartawan, menangkap dan memenjarakan, bahkan membunuh
wartawan.
8)
Pengadilan Massa, dengan adanya kebebasan pers yang tidak digunakan untuk
menguimbar sensasi, kerja jurnalistik asal-asalan, rumor, isu, dugaan,
penghinaan, hujatan dimuat begitu saja, sehingga masyarakat
dirugikan. Mereka menghukum pers sesuai dengan caranya sendiri (main
hakim sendiri) seperti menculik, merusak kantor media massa, penganiayaan
wartawan, dll.
9)
Perilaku pers itu sendiri, perolehan laba menjadi lebih utama dari pada
penyajian berita yang berkualitas dan memenuhi standar etika jurnalistik,
akibatnya beberapa media tumbuh menjadi kekuatan anti demokrasi, sehingga lebih
mengutamakan hiburan daripada memberikan informasi yang syarat makna.